Renungan dari sebuah pelayanan
Oleh : Sepsianto
Kejujuran tidak datang dari luar, melainkan datang dari dalam
diri manusia ketika seseorang mengakui kebenaran dalam hatinya, tidak curang,
iklas,rendah hati, tak munafik dan pemaaf sikap manusia ini lah yang sering
kali kita telah berdusta pada diri kita sendiri, ketika membahas pengampunan,
kita akan menjadi makhluk yang paling munafik ketika kita membahas mengenai
Pengampunan, karena pengampunan adalah masalah yang sangat serius dalam satu kehidupan,
baik secara sosial maupun rohani, karena bukan hanya masalah sikap tetapi juga ketulusan dan kejujuran yang benar benar Betul.
Terkadang kita bisa mengampuni/memaafkan secara lisan (
sikap mengampuni) secara sosial kita
memang telah mengampuni/memaafkan sesama kita. tetapi terkadang hati dan
pikiran kita masih mengingat keburukan, kejelekan, kesalahan Orang lain bahkan
hal itu juga kita ceritakan kepada orang orang meskipun kejadiannya sudah bertahun tahunu lamanya. Biasanya orang yang belum mampu
mengampuni akan sangat sulit untuk pengendalian dirinya ( mendapatkan buah roh
yg ke 9 ) karena dalam dirinya tidak ada damai ( kejengkelan di bawa terus) tak bisa
bersuka cita dan tidak tenang ( penuh khawatir dan curiga) yang mengakibatkan
Tidak bahagia , gelisah dan lain lainnya, hal ini berarti kita tak bisa
melupakan kesalahan orang lain kepada kita ( belum bisa mengampuni secara
total) dan hal inilah yang kita sebut sebagai kemunafikan dalam pengampunan. inilah yang di gambarkan oleh yesus dengan
cerita seorang “Hamba” yang berhuang banyak kepada “Raja” ketika si hamba ini di bebaskan dari segala hutangnya yang
sangat besar, tetapi “Dia” sendiri menghutangkan kepada temannya dan menagih
hutangnya dengan tanpa toleransi bahkan ingin mencekik dan menjebloskannya
dalam penjara. (Mts 18 : 28) jangan
jangan kita telah menjadi sama dengan si Hamba ini.
Ketika kita bicara Sikap moral yang sejati, yang berasal
dari hati yang bersih, lalu diterjemahkan ke dalam tutur kata dan perbuatan, si
hamba ini pun belum bisa melakukannya, seperti yang tertulis dalam Efesus 4 : 32 Tetapi hendaknya kamu ramah
seorang terhadap yang lain,penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana
Allah di dalam kristus telah mengampuni kamu.
Kita bisa lihat si hamba ini “Ramah” tidak, “Kasih Mesra” Tidak, “ Saling Mengampuni” juga tidak tetapi minta di ampuni malah “iya”
apa lagi melakukan apa yang di perintahkan dalam Matius 5 : 44 Tetapi Aku berkata kepada mu Kasihilah Musuh mu dan Berdoalah bagi mereka
yang menganiaya kamu. Jadi pengampunan bukan hanya Sikap tetapi juga dengan
perbuatan. Sungguh si hamba ini masih jauh dari yang namanya Pengampunan yang
sejati.
Padahal jelaslah apa yang di katakan Matius 6 : 14 karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapa mu
yang di soga akan mengampuni kamu juga.
Pengampunan adalah juga hukum tabur dan tuai (luk 6 :37 ) di
mana apa yang kita inginkan berlaku juga untuk orang lain atau tolak ukurnya
adalah ada dalam diri kita sendiri. Dalam cerita seorang hamba dan Raja dalam
konteks kerohanian di atas jelas sekali bahwa “ Raja’ di gambarkan dengan Allah
dan “ Hamba’ adalah manusia, Allah telah
memberikan pengampunan kepada kita, Allah terlebih dahulu mengasihi kita kenapa
kita tak berlaku yang sama kepada sesama kita, kita juga ingin mengampuni,
mengasihi kepada sesama kita barulah Allah mengampuni kita.
Pengampunan adalah cerminan dari kehidupan rohani kita,
keseriusan sebuah pengampunan juga seperti yang tertulis dalam Matius 5
:23-24 ketika kita ingin mempersembahkan
segala sesuatu kepada Allah tetapi kita belum bisa mampu untuk mengampuni orang
lain hendaknya kita bersama/mengampundi dulu
baru persembahannya itu berkenan di hadapan Allah.
jika seseorang telah menerima karunia Baptisan tetapi
kemudian tidak menunjukan kesiapsediaan untuk mengampuni, ia tidak memahami
dengan benar tindakan kemurahan Allah. Untuk itu mari kita buktikan kasih kita kepada
Allah dengan menunjukan kasih kita kepada sesama. (luk 10 : 25 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar